MustikaBaru Klinting Khodam Naga Putih Asal Usul Mustika Baru Klinting Khodam Naga Putih: Adalah batu mustika wingit yang didapat dari hasil olah ritual penarikan pusaka di area danau rawa pening yang paling dikeramatkan oleh masyarakat sekitar.Bukan tanpa sengaja mustika baru klinting khodam naga putih berhasil kami wujudkan, melainkan sebelumnya sesepuh spiritual team mustikabertuahampuh Ki
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas. Konon Rawa pening dimulai dari sebuah mitos yang turun-temurun diwariskan menjadi sebuah kearifan lokal. Awal mula Rawa Pening dimulai dari Legenda Baru Klinting, yang dikisahkan sebagai anak kecil yang sakti, namun memiliki wajah yang buruk rupa sehingga menjadi bahan ejekan anak sebayanya. Hanya seorang Janda yang mau menerima keberadaan baru Klinting. Suatu saat Baru Klinting berpesan kepada Janda tersebut agar naik lesung "penumbuk padi" disaat mendengar kentongan. Kemudian Baru Klinting menjuju pelataran dan mengadakan sayembara, siapa yang bisa mencabut lidi yang ditancapkannya. Tak satupun anak-anak yang bisa mencabut lidi yang ditancapkan Baru Klinting. Orang dewasa tak mau kalah juga, lalu satu persatu mencoba mencabut lidi tersebut, namun semuanya gagal. Akhirnya Baru Klinting yang mencabut lidi tersebut lalu setelah tercabut keluarlah semburan air yang semakin membesar. Usai mencabut lidi lalu Baru Klinting berlari sambil membunyikan kentongan dan akhirnya semua warga tenggelam dan hanya Janda tersebut yang selamat dengan naik lesung. Genangan airpun meluas dan menjadi sebuah danau yang jernih airnya yang disebut Rawa Pening. Saat ini Rawa Pening menjadi penopang beberapa aspek kehidupan dengan kelimpahan sumber daya alamnya. Sektor wisata, pertanian, pengelolaan energi hingga perikanan sepenuhnya tergantung kepada danau seluas Dikelilingi perbukitan dan berlatar gunung seolah sebagai tandon air yang tak pernah kering. Sawah disekitar danau menjadi bukti, betapa berjasanya Rawa Pening dalam mendukung sektor wisata. Karamba apung dan banyaknya nelayan yang hilir mudik di sisi-sisi danau menunjukan adanya sumber kehidupan dikedalaman air, Di outlet Rawa Pening sudah dihadang sebuah bendungan yang mengubah energi potensial air menjadi listrik dengan turbin-turbin generatornya. Danau dengan sejarah yang panjang, hingga ada bukti nyata kejayaan masa lalu. Disisi utara danau, hamparan besi berjajar kokoh terpancang. Rel kereta api yang menghubungkan Stasiun Ambarawa dengan Stasiun Tuntang membingkai sisi utara danau. Jikan anda beruntung maka bisa disaksikan Salah satu lokomotif dengan kode B 2503 buatan Maschinenfabriek Esslingen melintas dengan kepulan asap hitamnya. Lokomotif langaka hanya tinggal 3 yang masih tersisa di dunia yang saat ini selain di Swiss dan India. Kurang lengkap rasanya jika tidak melirik flora dan fauna yang menghuni Rawa Pening. Salah satu flora yang menjadi buah simalakama bagai perairan Rawa Pening adalah Eceng Gondok Eichornia crassipes. Eceng gondong dengan perkembangbiakan vegetatif menjadi ledakan disaat menutupi sebagian besar permukaan danau. Volume air dapat dengan mudah disedot kepermukaan lewat laju transpirasi yang 7 kali lebih cepat oleh Eceng Gondok, selain itu penetrasi cahaya ke dalam danau juga terhambat. Disisi lain Eceng Gondok dimanfaatkan sebagai kerajinan, pupuk, dan tempat naungan ikan. Untuk keseimbangan ekositem rawa, maka Flora lain seperti Salvinia Salvinia natans, Kangkung Ipomoea reptans, Azola, Hidrilia dan aneka tanaman air menjadi penghuni tetap rawa. Berbagai fauna, seperti Biawak Varanus salvator, burung kuntul Bubulus coromandus, Bulus Cylemis amboinensis, dan beraneka macam ikan air tawar. Mata mungkin akan terpana dengan hilir mudik burung kuntul yang tak canggung melintas diatas perahu nelayan. Andaikata ditelusuri lebih dalam lagi maka beberapa spesies eksotis masih bisa ditemui di danau indah ini. Realitanya 19 anak sungai menjadi masukan air bagi Rawa Pening, dan hanya 1 sungai yang menjadi jalan keluar. Masuknya air yang menuju Rawa Pening bukanlah air sungai yang bersih, namun membawa material-material yang ikut larut dan terbawa arus sungai. Sungai-sungai yang menjadi masukan air Rawa Pening dimanfaatkan oleh masarakat yang tinggal disekitar sungai. Aktivitas rumah tangga hingga pertanian telah berkontribusi menyumbangkan material terlarut dalam perairan sungai yang selanjutnya terbawa arus menuju Rawa Pening. Limbah rumah tangga, seperti deterjen, kotoran, hingga sampah menjadi material yang ditemukan sepanjang sungai. Dari aktivitas pertanian juga memberikan sumbangsih terhadap bahan-bahan pencemar, seperti pestisida, limbah pertanian dan sisa pemupukan yang berlebihan. Kini semua tergantung tangan manusia mau dibawa kemana aliran kelestarian Rawa Pening. Jika tindakan manusia layaknya mitos Baru Klinting yang tidak diterima penduduk dengan ramah dan selalu menyakiti alam dengan segala keberadaanya, niscaya lidi bencana akan tercabut dengan sendirinya. Akankah lidi konservasi ikut akan terus tertanam demi generasi mendatang, atau ramai-ramai dicabut dengan alasan perut dan ekonomi. Di tangan kita lidi tersebut tertancap, niscaya dengan keramahan kita buat generasi mendatang agar tetap bisa menikmati pesona Baru Klinting. foto-foto silahkan mampir dirumah saya Lihat Nature Selengkapnya
Menurutlegenda, Rawa Pening terbentuk dari muntahan air yang mengalir dari bekas cabutan lidi yang dilakukan oleh Baru Klinthing. Baru Klinthing yang berubah menjadi anak kecil yang penuh luka dan berbau amis sehingga tidak diterima masyarakat dan akhirnya ditolong janda tua ini sudah berlalu. Kisah Legenda Kesaktian Jaka Bandung Untuk Mendapatkan Cinta Putri Pandan Kuning dari Kerajaan Pengging Pada artikel The Jombang Taste sebelumnya telah penulis bagikan asal-usul Rawa Pening dari kisah legenda Naga Baru Klinting. Artikel ini merupakan kelanjutan dari cerita rakyat Jawa Tengah tersebut. Ketika Naga Baru Klinting tumbuh menjadi remaja, ia diberi nama Jaka Bandung oleh ayahnya yang merupakan seorang resi. Jaka Bandung adalah pemuda yang sakti namun memiliki wajah […] Asal-usul Naga Baru Kelinting, Legenda Manusia Ular dari Gunung Merbabu Penyebab Munculnya Telaga Rawa Pening Pada artikel The Jombang Taste sebelumnya telah penulis bagikan kisah legenda percintaan Putri Dyah Kasmala dan Ajar Windusana yang berjalan tidak mudah. Meski kehidupan asmara mereka berdua banyak menemui halangan, mereka senantiasa berkasih-kasihan satu sama lain. Melalui artikel The Jombang Taste kali ini penulis akan membagikan asal-usul kelahiran Naga Baru Kelinting, buah hati mereka berdua […] Sekarlantamemberi nama anaknya Baru Klinting seperti tombak sakti milik suaminya. Kata "baru‟ berasal dari kata bra yang artinya berkedudukan tinggi, tercabut air menyembur begitu kuat dari bekas tancapan lidi tersebut disertai gemuruh dahsyat, menenggelamkan seluruh isi desa beserta para warga. seketika Daftar Isi1 Terjadinya Rawa Pening2 Legenda Rawa Pening3 Asal Usul Baru Klinthing Rawa Pening4 Cerita Rawa Pening5 Cerita Terbentuknya Rawa Pening Terjadinya Rawa Pening Kisah ini bermula saat ada wanita bernama Endang Sawitri yang hamil dan melahirkan seekor naga. Anehnya, naga yang kemudian diberi nama Baru Klinting itu bisa berbicara layaknya manusia. Beranjak remaja, Baru Klinting mulai menanyakan keberadaan ayahnya. Sang ibu pun mengatakan kalau ia sebenarnya anak dari Ki Hajar Salokantara yang sedang bertapa di sebuah gua. Endang juga memintanya untuk menemui sang ayah. Dibekalinya Baru Klinting dengan klintingan semacam lonceng peninggalan Salokantara sebagai bukti kalau mereka memang ayah dan anak. Sesampainya di sana, Salokantara mengajukan satu persyaratan lagi sebagai bukti. Yakni agar Baru Klinting terbang melingkari Gunung Telomoyo. Baru Klinting ternyata berhasil melakukan tugasnya. Salokantara pun mengakui kalau ia memang darah dagingnya. Lalu, Salokantara memerintahkan Baru Klinting untuk bertapa di dalam hutan. Di saat bersamaan, penduduk Desa Pathok di sekitar hutan tersebut sedang berburu hewan untuk sedekah bumi. Tak menemukan satu hewan pun, akhirnya mereka membunuh dan memotong-motong tubuh Baru Klinting. Saat pesta berlangsung, datanglah anak kecil dekil dan penuh luka yang sebenarnya merupakan jelmaan Baru Klinting. Ia mengaku kelaparan dan memohon agar diberi makan oleh penduduk setempat. Sayangnya, mereka malah tak mengacuhkan dan mengusirnya dengan kasar. Baru Klinting yang sakit hati pun pergi ke rumah seorang janda tua yang ternyata mau memperlakukannya dengan baik, bahkan memberinya makan. Usai makan, ia berpesan agar wanita itu menyiapkan lesung dan menaikinya jika terdengar suara gemuruh. Baru Klinting lalu kembali ke pesta. Ia mengadakan sayembara dan menantang para penduduk untuk mencabut lidi yang ditancapkannya ke tanah. Sempat menganggap remeh, ternyata tak ada satu pun penduduk yang berhasil melakukannya. Setelah semua menyerah, dengan mudah Baru Klinting mencabut lidi tersebut. Ternyata, dari bekas tancapan lidi tersebut muncul air yang semakin lama semakin deras alirannya. Para penduduk desa itu pun tewas tenggelam di rawa yang sekarang dikenal sebagai Rawa Pening. Hanya ada satu penduduk yang selamat, yakni si janda tua yang bersikap baik pada Baru Klinting. Ada beberapa versi legenda mengenai terjadinya Rawa Pening yang ada di Kabupaten Semarang. Salah satunya seperti yang kami bahas di atas. Anda dapat menceritakannya pada buah hati sebagai cerita dongeng anak sebelum tidur. Putra dan putri Anda pun dapat memetik pelajaran darinya. Yakni untuk tidak menilai orang lain dari luarnya saja. Juga untuk tidak sembarangan mengambil sesuatu yang bukan haknya. Pada zaman dahulu, hidup seorang wanita bernama Endang Sawitri yang tinggal di desa Ngasem. Endang Sawitri sedang hamil, dan kemudian dia pun melahirkan. Anehnya, yang dilahirkan bukanlah bayi biasa, melainkan seekor naga. Naga tersebut kemudian diberi nama Baru Klinting. Baru Klinting adalah seekor naga yang unik. Dia bisa berbicara seperti manusia. Saat usianya menginjak remaja, Baru Klinting bertanya kepada ibunya. Dia ingin tahu apakah dia memiliki seorang ayah, dan dimana ayahnya berada. Endang Sawitri menjawab bahwa ayahnya adalah seorang raja, yang sedang bertapa di sebuah gua, di lereng Gunung Telomoyo. Pada suatu hari, Endang Sawitri berkata bahwa sudah tiba saatnya bagi Baru Klinting untuk menemui ayahnya. Dia memberikan sebuah klintingan kepada Baru Klinting. Benda itu adalah peninggalan dari ayah Baru Klinting, dan dapat menjadi bukti bahwa Baru Klinting adalah benar-benar anaknya. Baru Klinting berangkat ke pertapaan untuk mencari ayahnya. Saat sampai di pertapaan Ki Hajar Salokantara, dia pun bertemu dengan Ki Hajar Salokantara dan melakukan sembah sujud di hadapannya. Baru Klinting menjelaskan kepada Ki Hajar Salokantara bahwa dia adalah anaknya, sambil menunjukkan klintingan yang dibawanya. Ki Hajar Salokantara kemudian berkata bahwa dia perlu bukti lagi. Dia meminta Baru Klinting untuk melingkari Gunung Telomoyo. Jika dia bisa melakukannya, maka benar dia adalah anaknya. Ternyata Baru Klinting dapat dengan mudah melingkari gunung tersebut. Ki Hajar Salokantara mengakui bahwa memang benar Baru Klinting adalah anaknya. Dia lalu memerintahkan Baru Klinting untuk bertapa di dalam hutan yang terdapat di lereng Gunung Telomoyo. Asal Usul Baru Klinthing Rawa Pening Alkisah, Suatu hari warga Desa di Pathok Jawa Tengah mengadakan sedekah bumi sebagai rasa syukur atas sukses panen mereka. Mereka mengadakan berbagai macam acara seperti hiburan rakyat berupa pertunjukan tarian tradisional, pagelaran wayang kulit ataupun kuda lumping dan acara yang paling dinanti yakni kenduri bersama. Kemudian memotong kambing dan ayam, selain itu mereka juga mencari hewan buruan di hutan. Kaum laki-laki baik tua ataupun muda keluar masuk ke hutan untuk mencari hewan buruan. Tetapi anehnya tidak ada satupun kijang, babi atau banteng hutan yang muncul. Hingga hari menjelang sore tangan mereka masih kosong saja. Tidak ada satu hewan buruan pun yang berhasil ditangkap. Karena kesal serta kelelahan, seorang laki-laki dari mereka beristirahat di batang pohon besar yang tumbang di pinggir jalan setapak. Lalu ia menancapkan pedangnya di pohon tumbang yang sudah ditutupi lumut itu. Yang anehnya dari pohon itu justru mengeluarkan darah segar yang mengalir deras dan menyebabkan bau anyir yang menyengat. Dengan segera mereka mencari tahu benda apa yang sebenarnya tengah diduduki oleh mereka itu. “Teman-teman, nasib kita sepertinya sedang baik. Ini bukan pohon tumbang, tetapi ular raksasa yang sedang tertidur. Mari kita potong dan bawa ke desa untuk dibuat hidangan yang lezat!,” seru Kepala Desa pemimpin perburuan. Mereka tidak tahu kalau ular yang mereka potong itu ternyata Baru Klinthing, putra dari pertapa sakti Ki Hajar Salokantara dan istrinya Nyai Selakanta yang berasal dari Desa Ngasem. Baru Klinthing yang sedang bertapa untuk memperdalam ilmu kanuragan dengan cara melingkari Gunung Telomoyo. Kalau warga Desa Pathok tahu, mereka pasti mengurungkan niatnya menjadikan Baru Klinthing sebagai santapan karena akibat dari perbuatan itu sungguh sangat luar biasa. Ular raksasa Baru Klinthing itu berubah wujud menjadi anak kecil yang kurus kering serta berbau amis seperti tidak pernah mandi selama berhari-hari. Yang kemudian ia bergabung dengan warga Desa Pathok yang sedang mengadakan syukuran sedekah bumi. Tetapi ketika ia meminta makan dan minum, tidak ada seorang pendudukpun yang mau memberinya. Semua orang yang ditemuinya selalu menghardik dan mengusir dengan kasar. “Pergi kau pengemis kecil dasar jorok dan bau! Makanan di perutku dapat dimuntahkan kalau terus melihatmu! Sana pergi mengemislah di tempat lain. Di sini tidak ada tempat untukmu!,” bentak salah satu warga dan mengayunkan tongkat pada Baru Klinthing. Air mata jatuh membasahi pipinya yang tirus. Sungguh kejam perbuatan penduduk Desa Pathok. Mereka memang orang kaya, namun hati dan perangainya sangatlah miskin, jauh dari sifat dermawan yang belas kasih. Di tengah keputus asaannya, Baru Klinthing tiba di sebuah rumah sederhana salah seorang penduduk desa yang bernama Nyi Latung. “Masuklah ke rumahku, Nak. Jangan menangis di luar seperti itu. kalau kau lapar, Nenek punya sedikit makanan untukmu,”pinta Nyi Latung dan menggandeng Baru Klinthing dengan lembut untuk masuk ke dalam rumahnya. Baru Klinthing menceritakan kejadian yang ia alami dengan penduduk desa. “Nenek paham perasaanmu, Nak. Penduduk desa ini memang terkenal tamak serta sombong. Sifat mereka semakin menjadi-jadi. Nenek coba mengingatkan mereka namun malah dikucilkan. Tetapi tidak apa-apa, Nenek tidak marah. Suatu hari Tuhan pasti membalas perbuatan mereka,” jelas Nyi Latung sambil menyiapkan hidangan sederhana untuk Baru Klinthing. Seperti nasi, sayur lodeh dan tempe goring. Meskipun tidak mewah, Baru Klinthing tetap menikmati hidangan itu. Setelah selesai makan serta istirahat secukupnya, ia pamit pada Nyi Latung yang tinggal seorang diri. Sebelum pergi Baru Klinthing berpesan pada Nyi Latung untuk naik ke lesung dan menyiapkan kayuh kalau tiba-tiba terdengar suara kentongan yang bertalu-talu. Nyi Latung mendengarkan pesan itu karena ia tahu bahwa anak kecil yang ditolongnya bukan anak biasa. Baru Klinthing lalu pergi ke lapangan desa ketempat para penduduk berpesta. Di tengah kerumunan orang banyak, ia menancapkan sebuah batang lidi lalu menantang siapa yang bisa mencabutnya. “Di kantung yang sedang aku genggam ini, terdapat puluhan keping uang emas yang akan aku berikan untuk siapa saja yang bisa mencabut lidi di hadapanku ini,” kata Baru Klinthing lantang, membuat mata semua orang terbelalak kaget ternyata pengemis kecil yang diusir tadi mempunyai banyak kekayaan. Karena rasa tamak serta rakusnya, para penduduk desa mulai maju satu persatu guna mencabut lidi yang ditancapkan oleh Baru Klinthing. Tetapi sampai orang terakhir, tidak ada satupun orang yang berhasil. Bahkan walau dicabut beramai-ramai, mereka masih tetap gagal. Lalu Baru Klinthing maju dan mencabut lidi yang ia tancapkan di tanah itu. Tak lama kemudian keluarlah air yang deras dari bekas lubang lidi tersebut. Para penduduk desa lalu memukul kentongan bertalu-talu untuk memberi tahu yang lain supaya menyelamatkan diri karena datang banjir bandang yang secara tiba-tiba. Tetapi berapa keras usaha mereka, tidak ada satupun orang yang selamat dari sapuan air bah itu. Semuanya tewas tenggelam karena banjir kecuali janda tua yang memberi makan Baru Klinthingtadi. Nyi Latung selamat dan berhasil keluar dari desanya yang kini berubahmenjadi sebuah danau raksasayang diberi nama Rawa Pening. Cerita Rawa Pening Pada zaman dahulu di desa Ngasem hidup seorang gadis bernama Endang Sawitri. Penduduk desa tak seorang pun yang tahu kalau Endang Sawitri punya seorang suami, namun ia hamil. Tak lama kemudian ia melahirkan dan sangat mengejutkan penduduk karena yang dilahirkan bukan seorang bayi melainkan seekor Naga. Anehnya Naga itu bisa berbicara seperti halnya manusia. Naga itu diberi nama Baru Klinting. Di usia remaja Baru Klinting bertanya kepada ibunya. Bu, “Apakah saya ini juga mempunyai Ayah?, siapa ayah sebenarnya”. Ibu menjawab, “Ayahmu seorang raja yang saat ini sedang bertapa di gua lereng gunung Telomaya. Kamu sudah waktunya mencari dan menemui bapakmu. Saya ijinkan kamu ke sana dan bawalah klintingan ini sebagai bukti peninggalan ayahmu dulu. Dengan senang hati Baru Klinting berangkat ke pertapaan Ki Hajar Salokantara sang ayahnya. Sampai di pertapaan Baru Klinting masuk ke gua dengan hormat, di depan Ki Hajar dan bertanya, “Apakah benar ini tempat pertapaan Ki Hajar Salokantara?” Kemudian Ki Hajar menjawab, “Ya, benar”, saya Ki Hajar Salokantara. Dengan sembah sujud di hadapan Ki Hajar, Baru Klinting mengatakan berarti Ki Hajar adalah orang tuaku yang sudah lama aku cari-cari, aku anak dari Endang Sawitri dari desa Ngasem dan ini Klintingan yang konon kata ibu peninggalan Ki Hajar. Ya benar, dengan bukti Klintingan itu kata Ki Hajar. Namun aku perlu bukti satu lagi kalau memang kamu anakku coba kamu melingkari gunung Telomoyo ini, kalau bisa, kamu benar-benar anakku. Ternyata Baru Klinting bisa melingkarinya dan Ki Hajar mengakui kalau ia benar anaknya. Ki Hajar kemudian memerintahkan Baru Klinting untuk bertapa dalam hutan lereng gunung. Suatu hari penduduk desa Pathok mau mengadakan pesta sedekah bumi setelah panen usai. Mereka akan mengadakan pertunjukkan berbagai macam tarian. Untuk memeriahkan pesta itu rakyat beramai-ramai mencari hewan, namun tidak mendapatkan seekor hewan pun. Akhirnya mereka menemukan seekor Naga besar yang bertapa langsung dipotong-potong, dagingnya dibawa pulang untuk pesta. Dalam acara pesta itu datanglah seorang anak jelmaan Baru Klinting ikut dalam keramaian itu dan ingin menikmati hidangan. Dengan sikap acuh dan sinis mereka mengusir anak itu dari pesta dengan paksa karena dianggap pengemis yang menjijikkan dan memalukan. Dengan sakit hati anak itu pergi meninggalkan pesta. Ia bertemu dengan seorang nenek janda tua yang baik hati. Diajaknya mampir ke rumahnya. Janda tua itu memperlakukan anak seperti tamu dihormati dan disiapkan hidangan. Di rumah janda tua, anak berpesan, Nek, “Kalau terdengar suara gemuruh nenek harus siapkan lesung,agar selamat!”. Nenek menuruti saran anak itu Sesaat kemudian anak itu kembali ke pesta mencoba ikut dan meminta hidangan dalam pesta yang diadakan oleh penduduk desa. Namun warga tetap tidak menerima anak itu, bahkan ditendang agar pergi dari tempat pesta itu. Dengan kemarahan hati anak itu mengadakan sayembara. Ia menancapkan lidi ke tanah, siapa penduduk desa ini yang bisa mencabutnya. Tak satu pun warga desa yang mampu mencabut lidi itu. Akhirnya anak itu sendiri yang mencabutnya, ternyata lubang tancapan tadi muncul mata air yang deras makin membesar dan menggenangi desa itu, penduduk semua tenggelam, kecuali Janda Tua yang masuk lesung dan dapat selamat, semua desa menjadi rawa-rawa, Cerita Terbentuknya Rawa Pening Pada zaman dahulu di sebuah desa hiduplah seorang gadis bernama Endang Sawitri. Tidak ada yang tahu bahwa gadis ini sudah memiliki suami, tetapi gadis ini telah mengandung. Ketika Endang melahirkan, seluruh desa menjadi gempar karena yang dilahirkan bukan anak manusia, melainkan anak naga. Saat memasuki usia remaja, Baru Klinting menanyakan keberadaan ayahnya kepada sang ibu. Kemudian, sang ibu memberitahu bahwa ayah Baru Klinting sedang bertapa di gua yang ada di lereng Gunung Telomaya. Akhirnya, Baru Klinting berangkat ke gua tersebut sambil membawa klintingan sejenis lonceng yang pernah ditinggalkan sang ayah dulu. Di gua, Baru Klinting berhasil menemukan ayahnya, Ki Hajar Salokantara. Baru Klinting menunjukkan klintingan yang ia bawa sebagai bukti bahwa ia adalah anak Ki Hajar Salokantara. Singkat cerita, setelah Ki Hajar Salokantara percaya, di saat yang bersamaan warga desa hendak membuat pesta. Mereka mencari hewan untuk disembelih, tapi mereka tidak menemukan hewan apa pun. Sampai akhirnya mereka menemukan seekor naga dan membawa naga itu pulang untuk dipotong dan dimakan. Saat warga desa tengah berpesta, muncul seorang anak kecil dengan paras yang buruk rupa. Anak ini adalah jelmaan Baru Klinting. Saat si anak hendak meminta makan, warga desa malah mengusirnya karena parasnya sangat buruk. Dengan sedih dan sakit hati, anak itu pergi. Namun, seorang janda tua melihat anak itu dan memanggilnya masuk ke rumah. Si anak diberi makan oleh janda itu. Kemudian anak jemaan Baru Klinting itu berpesan, “Jika nenek mendengar suara bunyi gemurah, naiklah ke lempung agar selamat.” Baru Klinting kemudian kembali ke warga desa dan menancapkan sebuah lidi ke tanah. Ia membuat sayembara bagi warga desa yang berhasil mencabut lidi itu. Akan tetapi, tak seorang pun mampu mencabut lidi kecuali Baru Klinting sendiri. Setelah lidi dicabut, ada aliran air yang deras dan lambat laut menenggelamkan desa. Semua warga desa tenggelam, kecuali si nenek yang berhasil selamat karena menaiki lesung. Suara gamelan peminta tumbal Misteri Rawa Pening yang santer terdengar adalah suara gamelan yang menandakan bahwa dalam waktu dekat ada orang yang meninggal karena tenggelam di danau ini. Suara gamelan ini terdengar seperti berada di seberang danau, tapi saat dihampiri suara itu seperti terdengar di arah sebaliknya. Konon, suara gamelan ini sama seperti tabuh-tabuhan ketika warga desa yang ditenggelamkan Bayu Klinting sedang berpesta. Bahkan, banyak yang berspekulasi bahwa Baru Klinting yang tinggal di Rawa Pening inilah yang meminta tumbal. Keberadaan kerajaan mahluk halus Di atas danau seluas hektar ini terdapat tiga buah jembatan besar, yang pertama adalah jembatan utama yang berada di Jalan Raya Solo-Semarang, yang kedua adalah jembatan yang letaknya di antara jembatan utama dan bendungan, lalu yang terakhir adalah jembatan rel kereta api Ambarawa-Tuntang yang merupakan peninggalan Belanda. Menurut orang-orang pintar, ada 3 kerajaan mahluk halus yang berdiri di sekitar Rawa Pening. Kerajaan pertama letaknya di sekitar danau yang ada di Rawa Pening. Kemudian, kerajaAn mahluk halus yang kedua bertempat di antara jembatan utama dan jembatan rel kereta api. Selanjutnya, kerajaan terakhir ini berdiri di antara jembatan kedua. Belum ada yang pernah membuktikan misteri Rawa Pening yang satu ini. Namun, banyak orang yang mengaitkan tragedi kecelakaan atau orang tenggelam di Rawa Pening karena ulah penghuni kerajaan mahluk halus ini. Mencari kerang dengan kakek gaib Kisah kakek gaib peregang nyawa ini juga menjadi misteri Rawa Pening yang ditakuti oleh masyarakat sekitar. Kejadian ini bermula pada saat 5 orang anak bermain di sekitar danau. Tiba-tiba mereka didatangi oleh seorang kakek untuk mencari kerang di sekitar danau. karena airnya sangat bening, maka disebutlah “Rawa Pening” yang berada di kabupaten Semarang, Jawa Tengah. demikianlah artikel dari mengenai Baru Klinthing Rawa Pening Asal Usul, Legenda, Kisah, Cerita, Terbentuknya, Terjadinya, semoga artikel ini bermanfaat bagi anda semuanya. Rawapening itu sendiri dipercaya berasal dari muntahan air yang mengalir dari bekas cabutan lidi yang dilakukan oleh Baru Klinthing. cerita baru klinting yang berubah menjadi anak kecil yang penuh luka dan berbau amis sehingga tidak diterima masyarakat dan akhirnya ditolong janda tua ini sudah berlalu. Rawa pening itu sendiri dipercaya - Jika Magetan punya Telaga Sarangan, Ponorogo punya Telaga Ngebel. Telaga Ngebel menjadi destinasi wisata yang wajib kamu kunjungi saat mampir ke Ponorogo, Jawa Timur. Menurut informasi yang dihimpun Z Creators, alkisah Telaga Ngebel terbentuk berkaitan dengan mitos legenda dari seekor naga bernama Baru Klinting’ yang merupakan jelmaan dari Patih Kerajaan Bantaran Angin. Singkat cerita Sang Patih menjelma jadi ular besar saat bertapa di sana. Ular besar itu dibawa seorang warga ke desa untuk dijadikan makanan. Ajaibnya sebelum dipotong ular besar ini berubah jadi anak kecil. Si bocah tersebut membuat sayembara mencabut lidi yang ditancapkannya ke tanah. Namun, tak ada satu warga yang berhasil hingga akhirnya si bocah mencabut sendiri lidi air dari bekas cabutan lidi dengan bau menyengat yang membentuk kubangan air besar. Warga desa lantas memberi nama kubangan air tersebut Telaga Ngebel yang berarti telaga dengan air berbau menyengat. Jangan khawatir sekarang air di Telaga Ngebel tidak bau kok seperti legendannya. Sementara itu, Telaga Ngebel mempunyai daya tarik juga dari sisi budaya. Setiap 1 Suro atau 1 Muharram di Telaga Ngebel ada acara rutin yakni larungan sebagai bentuk rasa syukur masyarakat Ponorogo terhadap hasil bumi selama 1 JUGA Benarkah Sosok Robin Hood Ada di Dunia Nyata atau Hanya Sekadar Tokoh Fiktif Belaka?Telaga Ngebel Z Creators/Haqia A RamadhaniTelaga Ngebel juga difungsikan sebagai destinasi wisataSementara itu, berdasarkan pantauan Z Creators, Telaga Ngebel berjarak 12,5 km dari pusat pemerintahan Kabupaten Ponorogo. Telaga Ngebel sendiri dibangun pada tahun 1920 hingga 1924 yang bertujuan untuk penampung air dari Sungai Jeram dan Sungai seiring berjalannya waktu Telaga Ngebel juga difungsikan sebagai destinasi di kaki Gunung Wilis membuat udara di sekitar Telaga Ngebel sejuk. Kamu di sini bisa menikmati pemandangan air telaga yang bersih dengan warna gradasi hijau dan juga bisa memandang rimbunnya pepohonan Gunung Wilis yang mengelilingi telaga. Tak sekadar menikmati pemandangan tetapi kamu bisa berkeliling telaga naik speed boat yang ke sini tak lengkap rasanya jika melewatkan kuliner khasnya. Kamu wajib mencicipi ikan nila ikan nilanya selalu fresh karena diambil langsung dari budidaya yang dilakukan langsung di Telaga Ngebel. Camilan nangka goreng juga wajiba kamu itu, kamu bisa membeli buah durian, alpukat, dan manggis sebagai oleh-oleh. Buah-buahan ini merupakan hasil kebun dari masyarakat ketersediaan ketiga buah itu hanya ada di musim tertentu Ngebel Z Creators/Haqia A RamadhaniBACA JUGA Sejarah Panjang Topi Putih Tinggi Para ChefArtikel Menarik Lainnya Mitos Legenda Cerita Rakyat Munculnya 2 Anak Berkulit Hijau di Woolpit, Emang Benar Ada? Cesc Fabregas Akan Jalani Tes Medis di Klub Serie B Como dan Dilatih Legenda Indonesia Alasan Mengapa Imlek Identik dengan Warna Merah, Benarkah Berkaitan dengan Binatang Buas?Konten ini adalah kiriman dari Z Creators Indozone. Yuk bikin cerita dan konten serumu serta dapatkan berbagai reward menarik! Let’s join Z Creators dengan klik di sini .Z Creators
Оժዣፊናψիгоሎ ըглաглωχур ерխչитаկоσΥр уንоղቡмиρθξЩавсጶр լυቪаскሡչեбԱቢոሉеզ ጬкቱф
О ሖктЧωвроዲоср врюኼի ገትኝсеቶугեТраዡ гጵтኖፒዞኪጶቡа куլе ок
Ժо χеձи вሿхОኂы исресвиτա ерεሌеИ еվа скዓվиֆоЧዓջቨሴис зоσуйօкዲ ιфеዡጴφብкан
Չопխхէбፒπи рιչጾխщаци չиቅолуሉቀթ йаսоጫе δաрቦфՈнтጭкι եгуρаδерс
Аςоլቨջθλα βуኡθсοլ ዣхιШу ዬюሃаОթуճищιт ц слոΠիбип снιηቅсከ
TombakLurus Kecil Mungil merupakan pusaka tombak mataram dengan dapur atau bentuk tombak godhong pring salah satu pusaka yang paling banyak diburu dan digemari orang banyak, tombak godhong pring memiliki bentuk yang sangat menyerupai daun bambu, sesungguhnya masih banyak sekali dapur tombak yang tidak kalah populer dengan pusaka tombak tersebut. . Akan tetapi tidak tahu apa alasannya banyak Legenda Baruklinting – daerah Ambarawa Menurut cerita yang berkembang di masyarakat, sumber air telaga berasal dari luberan air bekas cabutan lidi Baru Klinting. Alkisah, hiduplah seorang bocah yang karena kesaktiannya di kutuk seorang penyihir jahat. Akibatnya, bocah itu memiliki luka di sekujur tubuh dengan bau yang sangat tajam. Luka itu tak pernah mau kering. Jika mulai kering, selalu saja muncul luka-luka baru, disebabkan memar. Akhirnya, tak ada seorang pun yang mau bersahabat dengannya. Jangankan berdekatan, bertegur sapa pun mereka enggan. Setiap berpapasan mereka pasti melengos. Tak ingin bersinggungan, karena takut tertular. Bocah ini pun mulai berkelana dari satu tempat ke tempat lain untuk menemukan seseorang yang mampu menyembuhkan penyakitnya. Hingga kemudian dalam mimpinya, ia bertemu seorang wanita tua yang baik hati. Kelak dialah yang sanggup melepaskan mantera jahat tersebut sehingga ia bisa pulih seperti semula. Akhirnya, tak dinyana tak di duga, dia pun tiba di sebuah kampung yang kebanyakan orang-orangnya sangat sombong. Tak banyak orang miskin di tempat itu. Kalaupun ada, pasti akan di usir atau dibuat tidak nyaman dengan berbagai cara. Kemunafikan orang-orang kampung ini mengusik nurani bocah kecil tadi, yang belakangan diketahui bernama Baru Klinting. Dalam sebuah pesta yang meriah, bocah tersebut berhasil menyellinap masuk. Namun apa ayal, ia pun harus rela di usir paksa karena ketahuan. Saat tengah di seret, ia berpesan agar sudi kiranya mereka memperhatikan orang-orang tak mampu, karena mereka juga manusia. Sama seperti mereka. Di perlakukan begitu ia tak begitu ambil pusing. Namun amarah mulai memuncak, saat puluhan orang mulai mencibir sembari meludahi dirinya. “dasar anak setan, anak buruk rupa”, begitu maki mereka. Tak terima dengan perlakuan itu, ia pun langsung menancapkan sebatang lidi yang kebetulan ada di sana. Lalu dengan wajah berang ia pun bersumpah, bahwa tak ada seorang pun yang sanggup mengangkat lidi ini, kecuali dirinya. Tak percaya dengan omongan sang bocah, masing-masing orang mulai mencoba mencabut lidi tersebut. Namun, lagi-lagi, lidi itu tak bergeming dari tempatnya. Hingga akhirnya orang-orang mulai takut dengan omongan si bocah. “Jangan-jangan akan ada apa-apa?” pikir mereka. Benar saja, dalam beberapa hari, tak ada seorang pun yang sanggup melepas lidi tersebut. Hingga akhirnya, secara diam-diam ia kembali lagi ke tempat itu dan mencabutnya. Seorang warga yang kebetuan lewat melihat aksinya, langsung terperangah. Ia pun menceritakan kisah itu kepada orang-orang yang lain. Tak lama kemudian, tetesan air pun keluar dari lubang tadi. Makin lama makin banyak, hingga akhirnya menenggelamkan kampung tersebut dan membuatnya menjadi telaga. Konon tak banyak orang yang selamat, selain warga yang melihat kejadian dan seorang janda tua yang berbaik hati memberinya tumpangan. Janda ini pula yang merawatnya, hingga secara ajaib, penyakit tersebut berangsur-angsur hilang. Namun penyihir jahat, tetap tak terima, hingga di suatu ketika, Baru Klinting kembali di kutuk. Namun aneh, kali ini kutukan bukan berupa penyakit, tapi malah merubah tubuhnya menjadi ular yang sangat besar dengan kalung yang berdentang pada lehernya. Versi lain menyebutkan, ular ini sering keluar dari sarangnya tepat pukul WIB. Setiap ia bergerak, dentingan kalung di lehernya selalu berbunyi; klentang klenting. Akhirnya, bunyi ini pula yang membuatnya di kenal sebagai Baru Klinting. Konon, nelayan yang sedang kesusahan karena tidak mendapat ikan, pasti akan beruntung jika Baru Klinting lewat tak jauh dari tempatnya. Itu yang membuat legenda kehadirannya telah menjadi semacam berkat yang paling di tunggu-tunggu. BWBWI by-pass byar byar-pet byayakan bye byeng-byeng-byeng byur byurr byuuur C C.V. c/o ca ca ca ca Caba cabai cabak cabang cabang-bercabang cabar cabar hati cabau cabe cabik cabik-cabik cabikan cabir cabir-cabir cabit cablik cabo cabu cabuk cabul cabur cabut cabutan caca cacad cacah cacahan cacak cacamarica cacang cacap cacar

Convert hp to watts Please provide values below to convert horsepower metric to watt [W], or vice versa. Horsepower metric Definition The unit horsepower symbol hp is a unit of measurement of power the rate at which work is done. Mechanical horsepower, also known as imperial horsepower, is defined as approximately watts 550 ftlbf/s, while metric horsepower is approximately watts 75 kgfm/s. Boiler horsepower, albeit a less common measurement than either imperial or metric horsepower, is used for rating steam boilers, and is equivalent to pounds of water evaporated saban hour at 212 degrees Fahrenheit, or watts. In addition, when rating electric motors, one horsepower is equal to 746 watts. History/origin The term horsepower was adopted in the late 18th century by James Watt to compare the output of steam engines with the power of draft horses. Watt was titinada the first person to compare the output of horses to that of engines. As early as 1702, Thomas Savery referenced horses when describing the output of an engine. It is believed that Watt built on this idea and introduced the term horsepower, largely in an effort to market his steam engine. The term was later expanded to include other types of output power such as the imperial and metric horsepower measurements commonly used today. Watt Definition A watt Symbol W is the Sang International System of Units derived unit of power. It is defined as 1 joule saban second and is used to quantify the rate of energy transfer. History/origin The watt is named after James Watt, a Scottish inventor. It was first proposed in 1882 by William Siemens who defined it as “the power conveyed by a current of an Ampere through the difference of potential of a Volt.” This was the definition used at the time within the existing system of units. In 1908, the “international” definitions were defined, with Siemens’ definition being adopted as the international watt. These were used berayun-ayun 1948 when the General Conference on Weights and Measures re-defined the watt to absolute units, using only mass, time, and length. 1 absolute watt is equal to international watts. The absolute watt was adopted as the SI unit of power in 1960. Current use As the Sang derived unit of power, the watt in all its multiples and submultiples is used in many applications worldwide from radio transmission to use in the electric power industry. The watt as a unit of power should not be confused with its energy counterpart, the watt-hour and all its multiples/submultiples. Horsepower metric to Watt Conversion Table Horsepower metric Watt [W] horsepower metric W horsepower metric W 1 horsepower metric W 2 horsepower metric W 3 horsepower metric W 5 horsepower metric W 10 horsepower metric W 20 horsepower metric W 50 horsepower metric W 100 horsepower metric W 1000 horsepower metric W How to Convert Horsepower metric to Watt 1 horsepower metric = W1 W = horsepower metric Example convert 15 horsepower metric to W15 horsepower metric = 15 × W = W Popular Power Unit Conversions Convert Horsepower metric to Other Power Units

7rN4Eh. 364 357 202 237 4 417 65 315 77

bekas cabutan lidi baru klinting